Selasa, 21 Juni 2011

Pendidikan, Hak Warga Negara!

By. Cony Margaretha
[Mahasiswi STKIP, Aktifis PMKRI Cabang Pontianak Santo Thomas More]

Memperoleh akses pendidikan merupakan hak setiap warga di republik ini, dan negara wajib memfasilitasinya. Begitulah amanat konstitusi. Namun demikian, faktanya apa yang diamanatkan agaknya masih sampai pada angan. Jauh panggang dari api. Pemandangan kontras itu dapat kita nikmati melalui situasi disekitar tempat tinggal.  Semisal suatu pagi di sebuah persimpangan lampu merah beberapa waktu lalu. Seorang anak laki-laki tanpa tutup kepala dan alas kaki sedang menjajakan koran, mengadu nasib. Mengais rezeki ditengah keramaian kota yang bermandikan cahaya matahari pagi kala itu. Ia melangkah pasti, menjajakan koran kepada setiap pengendara yang lewat. Ia terlihat begitu fasih dan kreatif, mendekati calon pembeli dan menawarkan koran dengan harapan ada yang membeli. Begitu pula rekan sebayanya melakoni pekerjaan serupa.

Seharusnya pada jam segitu, anak-anak seumuran mereka berada di sekolah untuk belajar menuntut ilmu. Bagi mereka hanya sebuah mimpi? Karna faktanya, mereka tidak sedang melakon sebagai seorang siswa yang menjalankan tugas-tugas sekolah atau latihan-latihan soal kelas. Yang mereka pikirkan dan lakoni adalah bagaimana mereka dapat bertahan mengais rezeki dengan harapan memperoleh uang untuk membantu ekonomi keluarga.

Fenomena seperti ini adalah sebuah gambaran bahwa lingkaran kemiskinan masih melilit warga negeri ini. Anak-anak seusia mereka masih tidak bisa lepas dari yang namanya kemiskinan. Banyaknya generasi bangsa yang akhirnya menjadi anak jalanan adalah gambaran nyata kemiskinan di Indonesia umunya, dan di Kota Pontianak khususnya.

Mahalnya biaya pendidikan bagi ukuran keluarga seperti anak yang menjajakan koran tersebut menyebabkan banyak diantaranya putus sekolah (tidak dapat melanjutkan pendidikan). Inilah, potret pendidikan saat ini. Kaum miskin seperti tak diberi kesempatan untuk mengenyam bangku sekolah. Mana dan untuk apa anggaran pendidikan (20% dari APBD dan APBN) dengan amanat UU 45 diluar gaji guru dan dosen?  Adakah kesungguhan negera untuk memfasilitasi pendidikan murah bagi mereka yang tidak mampu? Apakah tidak ada jalan yang mampu mengembalikan hak belajar mereka, hak untuk istirahat bagi mereka yang selama ini dirampas oleh kerasnya kehidupan dimasa sekarang?

Semoga apa yang telah digariskan konstitusi tidak hanya isapan jempol belaka. Harapkan dari suara yang dikumandangkan mahasiswa saat mengenang peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober lalu mengenai akses sekolah gratis bagi warga dinegeri ini khususnya anak-anak yang dari keluarga kurang mampu dapat didengarkan dan direalisasikan. Pemimpin yang peka pasti mendengarkan, namun pemimpin yang peduli akan mewujudkan mimpi anak-anak tersebut untuk bisa mengenyam pendidikan. Karena mendapat pendidikan adalah hak semua warga negara. Semoga!

(Naskah ini diterbitkan dalam Pontianak Post edisi cetak tanggal 11 November 2010)