Rabu, 30 November 2011

Voting Terbuka, Parlindungan Nahkodai PP PMKRI

By. Hendrikus Adam

[Pontianak Citizen Reporter] - Proses demokrasi melalui voting terbuka dalam sidang Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Santo Thomas Aquinas yang berakhir Senin (28/11) dini hari di Wisma Imakluata jalan AR. Hakim Pontianak, menghantar Parlin Simarmata menjadi nahkoda PP PMKRI periode 2011-2013.

Parlin menang 11 suara dari rivalnya Emanuel Herdyanto MG yang hanya memperoleh 10 suara dalam pemilihan putaran ke dua sidang MPA yang dipimpin Robinson Gamar bersama dua rekannya selaku Ad Hoc. Sebanyak dua suara abstain dari total 33 suara cabang PMKRI delegasi yang hadir dalam kegiatan dengan tuan Rumah PMKRI Pontianak tersebut.

Berakhirnya MPA menandai telah bergantinya kepemimpinan Pengurus Pusat periode sebelumnya yang dinahkodai Stefanus Asat Gusma. Keputusan penting lainnya dalam kegiatan MPA tersebut bahwa PMKRI Cabang Manokwari ditetapkan sebagai tuan rumah penyelenggara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PMKRI, sedangkan PMKRI Cabang Surabaya ditetapkan sebagai tuan rumah penyelenggara Kongres dan MPA berikutnya.

Kegiatan dalam rangka Kongres Nasional dan MPA PMKRI diawali dengan Misa Pembukaan dipimpin oleh Uskup Agung Pontianak, Mgr. Hieronimus Bumbun OFM Cap yang turut didampingi Vikjen Keuskupan Agung Pontianak, DR. William Chang, OFM Cap bersama Pastor Moderator PMKRI Pontianak, Yohanes Robini Marianto, OP. Acara formal Kongres Nasional XXVII dan MPA PMKRI XXVI dilakukan melalui sidang pembukaan yang turut dihadiri Gubernur Kalbar, Mentri PDT, anggota penyatu, para tokoh, perwakilan delegasi, dan sejumlah undangan lainnya bertempat di Pendopo Gubernur Kalbar.

Kongres Nasional merupakan pertemuan antar para anggota PMKRI se Indonesia yang bertujuan untuk membahas sejumlah isu strategis dan aktual yang secara konstektual dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini secara nasional maupun lokal serta untuk mempertebal rasa persaudaraan sesama kader perhimpunan.

Sedangkan MPA merupakan forum yang mengulas berbagai aspek internal organisasi terkait evaluasi, perumusan strategi, merespon dinamika kemasyarakatan, dan guna melakukanproses regenerasi kepemimpinan dalam organisasi. Diselenggarakannya Kongres dan MPA PMKRI di Pontianak merupakan hasil dari MPA Denpasar yang diselenggarakan tahun 2009 silam.

[Naskah ini pernah terbit di Harian Tribun Pontianak sehari setelah kegiatan MPA di Pontianak berakhir yakni terbit Selasa, 29 Nopember 2011]

Rabu, 09 November 2011

In Memoriam; Aditrio, Warga Perhimpunan itu Telah Tiada

Aditrio. Nama itu sontak dibincangkan ramai akhir Oktober bulan lalu. Tepat tengah malam, tanggal 24 Oktober 2011 berita sedih yang mengabarkan kepergiannya menghadap Sang Khalik ku terima melalui pesan singkat via sms dari sejumlah rekan. Heriko, teman seangkatannya di perhimpunan yang lebih dahulu mengabariku dan kemudian disusul sms pemberitahuan dari rekan lainnya. Heriko sendiri saat itu mengaku baru mendapat kabar dari Regina, saudari sepupu almarhum. Kepada Regina, saya menyampaikan turut berduka melalui pesan singkat yang saat itu masih berada di kampung Tumbang Titi, Ketapang. Mulai sejak saat itu, berita mengenai kepergian almarhum menuju alam lain tersiar melalui sejumlah media. Informasi melalui jaringan dunia maya facebook sangat dominan. Info itu juga disampaikan para rekan melalui rubrik forum Alumni PMKRI Kalbar.

Siapa Aditrio? Dia adalah anggota PMKRI Pontianak Santo Thomas More. Beliau juga berstatus sebagai mahasiswa dari daerahnya yang sedang menempuh studi di Pontianak. Sebelum kepergiannya menghadap Sang Khalik, saya sempat mendapat informasi dari seorang rekan yakni Thomas More melalui pesan sms. Pemberitahuan untuk doa rosario bersama sekaligus mendoakan untuk kesembuhan dan penggalangan dana untuk (alm) Aditrio yang saat itu diberitakan sedang dirawat. Kepada Thomas More, saya menyampaikan maaf karena tidak dapat hadir, tetapi saya akan turut menyumbang sebisanya. Tetapi dalam perjalanan waktu, saya kaget dan tidak habis pikir berita duka kemudian ku terima. Yah..., Aditrio telah pergi.

Saya memang tidak lebih dalam mengenal almarhum. Saya mengenalnya ketika ia bergabung menjadi anggota di PMKRI Pontianak. Tetapi dalam beberapa kesempatan, saya sempat ngobrol dengan beliau. Saya juga pernah dijemput dan dibonceng almarhum ketika saat itu akan menghadiri kegiatan Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB) PMKRI Pontianak bertempat di Wisma Imakulata. Di jalan kami sempat ngobrol. Sesampai di Wisma Imakluata, saya ketemu dengan kawan-kawan. Di Wisma Imakluata saat itu juga hadir alumni PMKRI Pontianak yakni Bapak Aci Mulyadi. Beliau (Pak Aci) kini juga telah di panggil Sang Khalik. Info kepergian sosok yang juga Dosen di STP St. Agustinus ini ku terima saat sedang berada di salah satu kampung wilayah Bengkayang yang berbatasan langsung dengan Malaysia akhir Juli 2011. Sempat ketemu dengan Aditrio dalam acara peringatan usia Emas PMKRI Pontianak.

Mengenal dan saling sapa dengan sosok aktivis PMKRI ini (Aditrio) terakhir berjumpa dan saling sapa saat menghadiri Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) PMKRI Pontianak yang saat itu akan memilih tiga kandidat maisng-masing; Franz Welly W, Erasmus CA dan Leo Nova Christy B. (Alm) Aditrio sempat bersalaman dan menawarkan saya untuk membubuhkan tandatangan kehadiran di RUAC. Dalam draft yang berjudul “Daftar Hadir Peserta RUAC dengan Agenda Pembahasan draft ARTC” saat itu tidak saya bubuhkan tandatangan, karena pembahasan agenda dimaksud telah selesai sementara saya sendiri baru datang.

Aditrio adalah sosok yang santun, penurut, ulet, peduli dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Hal menarik lainnya dari sosok Aditrio sekilas yang saya kenal adalah dia memiliki minat belajar beroganisasi yang tinggi. Pun demikian, kini dia telah pergi untuk selamanya mendahului kita. Ia juga akhirnya tidak dapat mengikuti perhelatan acara nasional perhimpunan yang sedang dipersiapkan saat ini. Pun demikian, baik bila kelak saat akan dimulainya "Gawe besar se Indonesia" tersebut, ada doa khusus untuk almarhum.

Hidup di dunia ini memang sementara. Kepergian almarhum tentu telah menyisakan banyak kenangan bagi pihak keluarga, kenalan dan para rekan perhimpunan. Semoga mendapat kebahagiaan kekal abadi bersama Bapa di Surga.

Warga Perhimpunan yang masih muda itu telah dipanggil Sang Khalik. Kepergiannya mengingatkan ku pada sosok SOE HOK GIE,seorang aktivis idealis di zamannya mengutif pernyataan seorang filsuf Yunani soal kematian. ("Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda"). Semua merasa kehilangan.

Selamat jalan, selamat beristirahat dalam damai. Salam Baret Merah. Rest in Peace...

[HA, 2011]